Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dari TK sampai perguruan tinggi atau dari prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah sampai pendidikan tinggi. Pendidikan anak usia dini merupakan landasan yang paling penting untuk menentukan arah perkembangan anak, karena dari situlah karakter anak dibentuk. Pendidikan dasar adalah latar belakang untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi menengah. Berawal dari wawasan John Locke bahwa anak itu seperti tabularas (kertas putih).
Konsep tabularasa adalah memahami bahwa anak yang baru lahir seperti meja kosong karena kekurangan ilmu. Sebaliknya bayi yang baru lahir ibarat kertas putih yang masih bersih (jujur). Anak kecil tidak bisa berbohong. Kebohongan adalah hasil dari pendidikan lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu mengisi ruang kosong ilmu pengetahuan dengan mengembangkan kemampuan berpikir cerdas, kreatif, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang. Pada saat yang sama juga harus “menjaga” pendidikan, agar karakter anak tetap baik (jujur).
Kejujuran merupakan karakter dasar yang dibutuhkan dalam segala bidang kehidupan. Menurut Robert Putnan, kejujuran adalah modal sosial. Bisa dibayangkan jika tidak ada kejujuran dalam hidup, pasti akan terjadi kekacauan. Misalnya dalam sebuah keluarga atau organisasi, tidak semua anggotanya jujur, yaitu semua orang berbohong, apa yang terjadi, ada ketidakpastian. Namun dalam praktiknya, lingkungan yang tidak bersyarat melemahkan kejujuran anak sejak lahir. Di lingkungan ini, anak sering belajar kebohongan.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut perlu melibatkan lembaga keluarga, masyarakat dan sekolah. Pelaksanaan tujuan pendidikan nasional harus dibagi dalam beberapa tahapan. Dari hasil yang diharapkan, pendidikan karakter merupakan pendidikan terpenting yang harus dikenalkan sejak dini. Menurut pakar pendidikan Kholberg dan Pera. Dikatakan bahwa pendidikan karakter yang paling baik adalah pada usia dini. Padahal, hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan karakter harus ditanamkan terlebih dahulu (sejak kecil) melalui pendidikan keluarga (warsono).
Keluarga adalah tempat untuk membangun karakter. Karakter anak dibentuk oleh gaya hidup yang berlaku dalam keluarga. Karena sifat melihat, nithen dan meniru (Ki Hadjar Dewantara), anak belajar dari perilaku orang tuanya. Apa yang dilakukan orang tua dan orang-orang di lingkungan keluarga merupakan pelajaran bagi anak. Anak meniru apa yang dilakukan orang tua dan orang-orang di lingkungan keluarga. Oleh karena itu, karakter anak sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang dianut dan budaya yang dibangun oleh keluarga.
Tanggung jawab utama orang tua dalam pendidikan adalah membentuk karakter anak-anaknya, salah satunya adalah kepemimpinan. Menurut Manief Saha Ghafur (diambil dari studi Harvard University School of Psychology), pendidikan karakter yang paling baik adalah kepemimpinan. Kepemimpinan lebih penting daripada kecerdasan akademik (menjadi pemimpin yang baik dan kepemimpinan yang baik lebih dari IQ). Pelatihan kepemimpinan terbaik bukanlah di sekolah, tetapi di keluarga.
Orang tua yang menjadi guru dan panutan dalam pendidikan karakter. Inilah pentingnya pendidikan bagi orang tua (parental education) karena tidak semua orang tua memahami sepenuhnya tentang pentingnya pendidikan. Nyatanya, masih banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anaknya sedang meniru sikap dan perilakunya. Pepatah Jawa berlaku di sini, bahwa kacang tidak berasal dari pohonnya, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya).
Sifat anak tidak jauh berbeda dengan sifat orang tuanya. Itulah mengapa keluarga menjadi lembaga pendidikan yang sangat penting dan strategis dalam pembentukan karakter. Dalam pendidikan karakter, keluarga merupakan pendidikan pertama dan terpenting, karena tidak dapat digantikan oleh lembaga lain.
Kita sering mengabaikan pentingnya pendidikan karakter dan justru mengupayakan pendidikan akademik dalam bentuk pengetahuan. Atau pendidikan karakter hanya sebatas pengetahuan (moral knowledge) agar anak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, namun pengetahuan tersebut tidak mengarahkan atau menerjemahkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari (Lickona). Pendidikan karakter harus mencapai perasaan (moral feeling) dan tindakan (moral action), sehingga manusia merasa malu, salah atau berdosa jika tidak melakukannya.
Karakter adalah landasan yang menentukan keberhasilan seseorang atau suatu bangsa. Jika kita membangun karakter yang salah, sulit untuk memperbaikinya. Seperti yang diutarakan Hasyim Muzadi, lebih mudah membuat orang bijak yang sudah benar daripada membuat orang yang sudah bijak. Apa artinya ketika orang memiliki pengetahuan yang baik (banyak pengetahuan) ketika karakternya buruk. Ilmu yang tidak berlandaskan karakter hanya menghasilkan monster dalam kehidupan. Perilaku korup para elit merupakan contoh kemampuan akademik yang tidak dilandasi oleh karakter.