Secara konseptual, dibedakan tiga jenis pendidikan, yaitu pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan pendidikan profesi. Pelatihan kejuruan berlangsung setelah gelar dasar, jadi artikel ini tidak akan membahasnya karena kurang penting. Pendidikan akademik adalah pendidikan yang lebih menekankan pengembangan intelektual (akal), termasuk berpikir, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berkembang.
Sementara itu, pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang lebih menekankan pada keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Pendidikan kejuruan lebih didominasi oleh penguasaan keterampilan praktis daripada penguasaan teori. Hal ini berbeda dengan pendidikan akademik yang lebih dominan dalam hal pemikiran dan penguasaan teori.
Kedua pelatihan tersebut diperoleh mulai dari sekolah menengah, yang kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu. SMA sebagai pendidikan akademik dan SMK sebagai pendidikan jujur. Pendidikan akademik pada jenjang ini lebih ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Sementara itu, pendidikan kejuruan pada jenjang ini lebih ditujukan pada dunia kerja, meskipun pada praktiknya banyak lulusan SMK yang tidak mampu bersaing dalam dunia kerja. Kedua pendidikan ini sangat dibutuhkan untuk kemandirian lulusan agar dapat bertahan dan menghadapi persaingan global.
Tuhan Yang Maha Esa secara alamiah memberikan modal hidup kepada setiap orang, yaitu kekuatan fisik, keterampilan dan akal (kecerdasan). Yang tertinggi dari tiga ibu kota, tentu saja, adalah alasannya. Namun, harus dipahami bahwa tidak semua orang memiliki potensi intelektual yang tinggi. Pelatihan kejuruan karena itu penting karena sebagian besar pekerjaan terkait dengan keterampilan profesional. Sudah selama revolusi industri, ada kebutuhan mendesak akan pekerjaan yang berkualitas.
Pendidikan vokasi memang sangat dinamis, karena mengikuti perkembangan teknologi yang sangat pesat. Pendidikan vokasi yang tidak mengikuti perkembangan teknologi pasti akan tertinggal, sehingga lulusannya sulit memasuki dunia kerja. Oleh karena itu, pendidikan SMK harus didukung dengan teknologi terkini berupa alat praktikum (laboratorium). Oleh karena itu, pelatihan profesional memerlukan biaya yang besar untuk pengadaan peralatan praktis sesuai dengan perkembangan teknologi.
Sekolah adil yang dijalankan oleh masyarakat biasanya memiliki masalah dalam mengakses peralatan praktis yang sudah ketinggalan zaman. yang sudah usang atau tidak sesuai. Pada saat yang sama, jumlah sekolah kejuruan masyarakat jauh lebih banyak daripada sekolah negeri. Dari 2.132 SMK di Jawa Timur, hanya 297 SMK negeri, sedangkan 1.835 SMK swasta. Dari total 759.791 siswa, 325.175 belajar di sekolah negeri dan 3
.616 di sekolah swasta. (http://datapokok.ditpsmk.net/dashboard/kab?kode_prov=050000).
Dengan kondisi tersebut, lulusan SMK sulit memasuki dunia kerja yang membutuhkan keterampilan sesuai dengan teknologi yang tersedia di dunia kerja. Selain kerjasama dengan industri, peran serta dan dukungan negara, khususnya pemerintah daerah, dalam pembiayaan SMK juga sangat diperlukan, agar kualitas lulusan SMK menembus dunia industri.
Di sisi lain, pendidikan akademik di sekolah menengah tidak mendorong siswa untuk menjadi pembelajar dan mengajarkan berpikir kritis. Kurikulum 2013 yang menekankan pemikiran ilmiah menghadapi banyak kendala dalam pelaksanaannya. Kuru kurang mahir dalam perannya sebagai pemacu berpikir kritis siswa. Keterampilan berpikir guru juga perlu dilatih, agar mereka dapat berpikir kritis tentang banyak hal, menganalisis fenomena dan menarik kesimpulan.
Menurut Profesor Arif Satria (Direktur IPB), pendidikan akademik harus mampu memotivasi setiap orang untuk menjadi pembelajar yang cerdas (Agil Leaner). Kebebasan berpikir (bertanya dan berpendapat) harus diberikan seluas-luasnya kepada siswa. Mereka harus mandiri dalam belajar, tugas guru adalah mendorong dan membimbing siswa untuk berpikir sehat dan benar (berpikir ilmiah). Kebebasan berpikir itulah yang menjadikan Eropa sebagai negara maju dan melahirkan revolusi industri.
Pengetahuan itu penting, tetapi pola pikir lebih penting. Informasi mudah hilang dan ketinggalan zaman, tetapi cara berpikir tidak. Cara berpikir seperti ini sebenarnya mampu menghasilkan penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Berpikir adalah upaya menjawab pertanyaan (warsono). Cara berpikir yang tetap dari Yunani kuno sampai sekarang adalah menjawab pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana, yaitu. 5W 1H. Di antara pertanyaan yang lebih berkaitan dengan sains dan penemuan adalah apa, bagaimana, dan mengapa.
Keinginan untuk bertanya sebenarnya adalah anugerah Allah. Setiap anak memiliki rasa ingin tahu (curiosity), namun pada prakteknya rasa ingin tahu ini mati seiring dengan perkembangan kematangan dan tingkat pendidikan. Paulo Freeire dan Ivan Ilich mengkritik model pendidikan yang tidak membebaskan ini. Menurut mereka, pendidikan justru membatasi kreativitas yang dimulai dari pertanyaan (rasa ingin tahu). Juga prof. mengungkapkan kritik yang sama. Sarton Kartdirdjo. Padahal kreativitas jelas merupakan salah satu kemampuan utama manusia.